Kamis, 19 September 2013
Sistem Pelayanan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan
Pernikahan/Perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Menurut hukum perdata perkawinan adalah pertalian yang sah
antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Sedangkan menurut hukum islam perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalididzan, untuk mentaati perintah Allah SWT dan
melaksanakannya bernilai ibadah. Tujuan perkawinan berdasarkan
penjelasan Undang-undang No.1 Tahun 1974 adalah membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal (mendapatkan keturunan) bedasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Menikah
atau melangsungkan suatu
perkawinan merupakan fitrah manusia yang tidak dapat dihilangkan, tetapi
harus
dilaksanakan pada jalan yang benar agar tidak menyimpang dari aturan
yang ada pada Kompilasi Hukum Islam dan tidak menimbulkan malapetaka
bagi kelangsungan hidup
manusia. Manusia membutuhkan pelengkap hidup berupa perkawinan,
laki-laki
membutuhkan seorang perempuan sebagai pasangannya, dan perempuan
membutuhkan
seorang laki-laki sebagai pelindungnya, yang demikian ini merupakan
hukum alam. Allah SWT telah menciptakan segala makhluk yang ada di muka bumi ini dengan
berpasang-pasangan. Manusia diciptakan untuk berjodoh-jodohan, agar generasi
yang akan datang di muka bumi ini bisa menyambung dan meneruskan cita-cita
generasi sebelumnya yang tidak selamanya hidup di dunia, karena usia mereka yang
terbatas. Apabila ia tidak menurunkan generasi berikutnya, maka tidak ada lagi
generasi penyambung perjuangan, dunia akan mati dalam kurun waktu yang relatif
singkat.
Perkawinan adalah perilaku ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan
bukan saja terjadi dikalangan manusia tetapi juga pada hewan dan tumbuhan. Oleh
karena itu manusia sebagai makhluk yang berakal, perkawinan merupakan salah
satu budaya beraturan yang mengikuti perkembangan budaya manusia dalam
kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat sederhana budaya perkawinannya tertutup,
sedangkan dalam masyarakat yang maju (modern) budaya perkawinannya maju, luas
dan lebih terbuka.
Budaya perkawinan dan aturannya yang
berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa, tidak terlepas dari
pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada serta pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan.
Seperti halnya aturan perkawinan bangsa Indonesia, bukan saja dipengaruhi adat
budaya masyarakat setempat tetapi juga dipengaruhi ajaran agama, bahkan juga
dipengaruhi budaya barat. Jadi, walaupun Bangsa Indonesia kini telah memiliki
hukum positif sebagai landasan dasar melakukan suatu perkawinan, yaitu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, namun pada
kenyataannya bahwa di kalangan masyarakat Indonesia masih tetap berlaku
ketentuan adat dan upacara-upacara adat dalam melangsungkan perkawinan yang
berbeda-beda, antara satu lingkungan masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Sebagai contoh masyarakat Minangkabau dengan suatu tata tertib perkawinan yang
bersendikan keibuan, masyarakat Batak yang tata tertib perkawinannya
bersendikan kebapaan, dan masyarakat Jawa yang tata tertib perkawinannya
bersendikan kebapak-ibuan, yang di dalamnya tata tertib perkawinan tersebut
menggunakan suatu upacara adat perkawinan yang berbeda antara satu dengan
lainnya, selain itu juga menurut kepercayaan agama masing-masing.
Suatu cita-cita setiap orang untuk
melaksanakan perkawinan dan menginginkan perkawinan itu berlangsung selama
akhir hayat, karena perkawinan dalam Islam bertujuan yaitu :
1.
Supaya umat manusia itu hidup dalam masyarakat yang
teratur dan tentram, baik lahir maupun batin.
2. Supaya kehidupan dalam suatu rumah tangga teratur dan
tertib menuju kerukunan anak-anak yang shaleh, yang berjasa dan berguna kepada
kedua orang tua, agama, masyarakat, bangsa dan negara.
3. Supaya terjalin hubungan yang harmonis antara suami
istri, seterusnya hubungan famili, sehingga akan terbentuk ukhuwah yang
mendalam yang diridhoi Allah swt.
Bertolak dari rumusan tersebut bahwa
Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) dengan
anggapan bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari pengertian negara hukum
pada umumnya yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia, artinya dengan ukuran
pandangan hidup maupun pandangan bernegara kita. Dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap
aturan-aturan yang sudah ditentukan, seperti terjadinya perkawinan di bawah
umur, kawin siri, kawin kontrak, hal ini berdampak terhadap perlindungan
hak-hak dari keturunan hasil pernikahan tersebut.
Perintah Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan pernikahan dan melarang membujang
terus-menerus juga sangat beralasan. Hal ini karena libido seksualitas
merupakan fitrah kemanusian dan juga makhluk hidup lainnya yang melekat dalam
diri setiap makhluk hidup yang suatu saat akan mendesak penyalurannya. Bagi
manusia penyaluran itu hanya ada satu jalan, yaitu perkawinan.
Peranan BP4 Dalam Upaya Penyelesaian
Perselisihan Perkawinan
Peraturan Mentri Agama No. 3 Tahun 1975
Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha
mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasehat
Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri
tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”. Di Kecamatan Tanjung Morawa setiap tahun ada sekitar seribu lima ratus pasangan perkawinan, tetapi yang
memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang
menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga.
Islam dengan tegas
menyatakan bahwa perceraian itu adalah suatu perbuatan yang
halal, tetapi paling dibenci Allah SWT . Tapi, faltanya, perceraian itu menjadi
fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia. Dalam Al-Quran 80 persen ayat membicarakan
tentang penguatan bangunan rumah tangga, hanya sebagian kecil yang membicarakan
masalah penguatan negara, bangsa apalagi masyarakat, sebab keluarga adalah
sendi dasar terciptanya masyarakat yang ideal, mana mungkin negara dibangun di
atas bangunan keluarga yang berantakan.
Kesimpulan
Dari pendahuluan dan beberapa kasus tersebut
peran BP4 belum optimal dan
tindak lanjut dari penyelesaian kasus
belum dapat diselesaikan secara baik.
Disarankan kepada pasangan yang berselisih untuk lebih memahami ilmu agama islam,
ilmu munakahat, membina kembali keutuhan rumah tangga dengan saling mengerti
dan memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan. Kepada BP4
disarankan untuk lebih meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
Kepada Kepala Kantor Departemen Agama agar membina dan mengawasi kinerja BP4
agar lebih optimal dalam menjalankan tugas pokoknya dalam menyelesaikan
perselisihan perkawinan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar